T Y A

T Y A

Sabtu, 30 Agustus 2014

Rumput tetangga memang terlihat lebih hijau



”rumput tetangga memang terlihat lebih hijau”
Mungkin itu sebuah prolog yang bagus untuk mengawali tulisan ini.

Rasa sesak didada menyadarkan lamunan pagi ini, aku lihat cangkir yang tadinya berisi kopi hanya tersisa ampasnya, ya hampir saja aku minum ampas kopi itu. Rasa kantuk yg menggelayuti mata seperti tak mempan lagi hanya dengan secangkir kopi, haruskah aku kembali membuat kopi baru? Ah tidak.. kafein kopi terlalu beresiko untuk kesehatan ku belakangan ini. Seandainya aku bisa lebih merasa rileks dengan minuman lain selain kopi mungkin aku sudah beralih darinya. Ya benar.. harusnya aku menyadari kafein kopi kurang baik untukku tapi aku masih saja mengkonsumsinya sebagai awal pagiku. Seperti hal-nya aku denganya.

Ah lagi lagi dia yang menggangguku pagi ini. Tidak..... dia tidak datang, tidak menghubungiku tapi dia hadir disetiap sudut pikiranku. Padahal ada sejuta mimpi dan harapan yang harus aku pikirkan dan harusnya dia tak lagi ada ruang untuk aku memikirkannya.. entahlah selalu ada waktu dimana aku memikirkannya dalam diam dan keheningan yang tak akan terjawab oleh waktu.

Aku pernah memfavorite kan salah satu tweetnya di account twitternya “ oke dapat pengetahuan baru, nolak satu teman= mengurangi satu teman “ mungkin ada yang mengecek favorite twitter aku setelah ini, silahkan karna mereka hanya bisa melihat lalu berkomentar .

 Jika aku bisa memutar waktu, aku mungkin ingin kembali kemasa kecilku dimana ketika aku terjatuh aku menangis dan yang sakit hanyalah  lutut, dengan sentuhan tangan seorang ibu rasa sakit itu akan hilang. Tapi saat ini aku tak bisa lagi menangis karna yang sakit bukan lagi lutut melaikan hati.

Aku terlalu sering jatuh karna dia, sampai aku lupa seperti apa waktu aku pertama kali jatuh karnanya. Aku tak akan pernah bisa mengejar angin.. berlari dari hujan... sekuat dan sekencang apapun kaki ku tak akan mampu. Seperti halnya aku mengejarmu.


 Aku kembali melirik cangkir  berisi ampas kopi yang sudah mulai mengering, haruskah aku paksa untuk meminumnya? Atau aku menambahkan lagi air panas kedalamnya? Rasanya mungkin tak akan lagi sama seperti aku pertama kali membuatnya. Aku harus mengambil cangkir baru, menuangkan kopi baru dan menambahkan sedikit gula didalamnya, mungkin rasanya akan lebih baik. Seperti itulah kiranya aku saat ini.


Ah menulis tetangnya memang begitu menyakitkan. Harusnya aku tidak melanjutkan tulisan ini. Aku sudah menutup laptop untuk beberapa kali dan beralih untuk menulis hal lain tapi rasa janggal jika aku tak mengakhiri tulisan ini sampai pada paragraf terakhir.


 Tak lain niatku hanya ingin bercerita....

malam itu dia menemuiku dengan sepeda yang sama saat dulu dia sering berkunjung. Sepertinya dia tidak lupa dengan minuman favorite ku, tapi malam itu membawa minuman yang berbeda. Aku duduk disampingnya melihat sudut wajahnya dari samping tak ada yang berbeda... bahkan aroma tubuhnya masih sama seperti dulu. Ah ini berlebihan aku masih saja mengingat hal kecil darinya..

Hanya berlalu beberapa jam, aku masuk ke kamar dan tersenyum.. seperti mimpi. aku tak pernah bertemu dengannya diwaktu yg cukup lama. Tapi sepertinya waktu pula membawaku untuk bertemu dengannya diwaktu yg singkat.

Oh, aku baru ingat malam itu bukan pertama kali aku bertemu denganya. Sebelumnya aku bertemu dengannya dirumah sakit. Secara kebetulan yang memang sudah tuhan yang mengatur.. aku bertegur sapa dan berbicara denganya tapi kondisinya saat itu dia terlalu lemah. Setelah sekian lama aku tak pernah bertemu dengannya, aku kembali melihatnya saat dia sedang sakit. Aku berada diunit rumah sakit yang sama denganya, di selah waktu aku menjaga orangtua aku sempat mengunjunginya tapi aku hanya melihatnya dari kejauhan dan tersenyum”semoga cepat sembuh”.

tidak ada yang kebetulan karna semua sudah diatur sedemikian rupa seperti pertemuan malam itu dan petengkaran itu. Aku pikir malam itu akan biasa saja,  tapi sesampainya dia dirumah dia memberi aku pesan singkat tanpa aku meminta “udah dirumah nih, makasih ya malam ini” entah mengapa aku begitu bahagia.

Beberapa hari kedepan rasanya seperti aku menemukan semangat baru lagi, pagi siang dan malam dia mengirim pesan untukku, entah hanya ucapan pagi atau untuk menyemangati kuliahku. Dan kita merencanakan pertemuan selanjutnya.


 Rencana hanyalah rencana... dan rencana itu menjadi mimpi sepertinya.

 Tidak ada yang salah dengan perasaan, tapi perasaan itu datang di waktu yang salah. Saat aku menyadari aku hanyalah selir angin baginya yang hanya ia butuhkan saat keringat membasahinya, seperti payung yang hanya akan dia gunakan disaat hujan dan seperti tiang yang akan dia sandarkan saat ia merasa lelah. Begitu menyedihkan bukan? Tapi rasanya tak seperti itu anehya.
 Karna itu bukan yang pertama tapi untuk yang kesekian kalinya... Dulu, aku memang pernah berharap memilikinnya... tapi harapan itu sirna saat pertama kali dia membuat aku jatuh.

Jatuh karnanya tak membuat aku menghidarinya tapi aku tetap bersahabat dengannya. Aku tetap menjadi telinga untuk mendegarkan keluhannya dan menjadi sandarannya disaat ia lelah mengejar cintanya... seandainya cinta yang dia kejar adalah aku, mungkin aku sudah bahagia.

Dari cerita terlihat aku seperti tersakiti, tapi nyatanya kenapa tidak? Karna cinta memberi bukan menerima. Karna yang aku lakukan bagaimana dia nyaman bukan dengan siapa dia harus nyaman. Karna cinta memikirkan bagaimana untuk selaras tanpa harus bersama. Karna keindahan yang sesungguhnya tak tampak oleh kasat mata. Semua hal yg terlihat begitu menyakitkan memang akan terasa sakit jika meratapinya tapi ada kebahagiaan yang akan datang nantinya. Entah waktu mungkin sedang merencanakan.

Akan ada saatnya dimana dia akan menyadari semuanya, entah saat ini ... besok ... lusa... atau suatu saat nanti. Dan Saat ini aku sudah berjalan terlalu jauh melupakanya.



  Untuknya

 Kamu memang pernah menjadi bagian dalam cerita hidupku, dan cerita itu sudah akan sampai pada paragraf terakhir tulisanku ini. Mungkin kamu mencibir tulisan ini atau kamu membenciku karna tulisan ini. Percayalah ini bukan untuk membuatmu melihatku. Bahkan jika kamu melihatku, aku sudah memalingkan wajah dari hadapanmu..

Aku tak lagi menjadi pundak bahkan telinga untukmu... karna kamu memiliki seseorang yg sudah membuatmu nyaman. Tuhan begitu adil, mengirim aku bertemu denganmu menjadikan aku penenang disetiap kegelisahanmu sebagai pelajaran beharga untukku. Menjadikanku lebih kuat.

Entahlah aku tak berharap kamu dan pasanganmu saat ini membaca tulisan ini,  karna yang aku ketahui kekasihmu tidak menyukai kehadiranku. Padahal aku tak pernah mengetuk  pintu untukmu tapi kamu yang datang dan pergi lagi untuk kesekian kalinya.

Maaf jika terlalu berlebihan meski aku tak sedikitpun mengharapkan maaf darimu. Sampailah tulisan ini pada paragraf terakhir begitu pula cerita yg masih ku ingat tentangmu, menggali memory tentangmu seperti menyusun puzzle yg tak beraturan. Meski ku berusaha mengingat tapi sayang tak sempurna. Tak apalah aku memang berharap cerita ini tak sempurn karna kamu bukan orang yg cukup pantas menyempurnakan ceritaku.

Jika ada waktu dimana aku bertemu dengamu  lagi, aku harap kita tetap bersahabat meski hanya lewat tatapan mata dan senyuman.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar